Minggu, 12 Februari 2012

Berawal Dari Tanah Pertama Hujan

photo from here
Baiklah. Sebelum liburan saya dengan bangganya membuat berbagai rencana dan target-target supaya liburan gak membosankan. Dan ternyata, bawaan males saya lebih besar godaannya dibandingkan apapun. Ckckc omong doang -_-

Akhirnya, tadi pagi dengan gak sengaja saya posting di group Kiral. (Jadi Kiral ini sebenarnya singkatan dari Komunitas Sastra Analis. Yaaa kegiatannya posting info menulis, sharing artikel tentang menulis, posting karya pribadi, atau sekedar meramaikan dengan postingan yang sebenarnya gak jelas. Kiral ini baru berdiri satu tahun ke belakang kalau gak salah, dan kemarin tanggal 5 Februari 2012, baru dipilih ketua dari Kiral ini, dan kami menyebutnya Jendral.) sepenggal kisah, eh sepenggal puisi, eh bukan juga, apa ya nyebutnya, yaaaa pokonya saya post di Kiral begini:


Tanah Pertama Hujan

Masih mendiri tubuh di atas tapak lemah. Sendiri. Tanah saat pertama hujan. Aromanya, aku suka.
"Kamu sendiri?"
"Seperti kamu lihat, bukan?"
Kamu tertawa kecil, "kau menunggu hujan?"
Aku mengangguk.
"Bukankah jua turun baru saja? Aroma ini? Masih membekas bukan di hidungmu?" lagi-lagi tersenyum.
Kemudian, diam bergantungan.

**

Dan diam ini terlalu lama memeluk hangat tanpa kata. Menghirau dingin. 
"Aku suka kamu," katamu tiba-tiba.


Selang beberapa menit, saya online facebook lagi, dan ada notification tentang postingan saya di Kiral. Ternyata ada balasannya, yaaaa … ujungnya saling balas deh. ini balasannya, enjoy!


Henny Pratiwi :
ahhh...hujan...
Setiap kali turun hujan...
Setiap itu pulalah ingatanku menjejak masa itu...
Saat itu semua serba biru...
Kau bilang,"Aku suka kamu..."

Nur Illahiyah Munggaran : (saya balas lagi)
aku entah malu, diam makin begitu mengikat. Jika masih diijinkan, boleh aku menunggu hujan (lagi)?
Agar ku dengar dendang yang bukan berirama dengan larik, "aku suka kamu."

Cahayu Putri Anadhia :
rasanya aroma basah dedaunan menyelipkan semilir feromon kenangan lampau.
entah aku mengigau ataupun risau, serasa hujan melukis wajah mu. dengan guratan petir dan gebrakan tetesan air seperti melukis rona-rona indah tanpa cacat, mereka menemani diriku menangis hati, ingin rasanya aku teriakkan asaku, "aku suka kamu"

Henny Pratiwi :
kamu bak hujan...syahdu menarikan rasamu...kau pecahkan kering di wajahku...sejukmu seperti mengusap kerinduanku. Kau tak jua berpilah dalam hentakan, seakan ujung jari kaki hujanmu ingin merambati tiap bidang hatiku...Hatiku terkembang dalam tiap sapuan dan pusaran hujan...memoriku kembali saat katamu, "aku suka kamu"

Nur Illahiyah Munggaran :
Menyepi aku, coba melenturkan tubian letih. Tidak juga banyak aku mencoba beringatan tentang harap. Menghambur bersama hujan, merinai basahi tanah, seolah membasuh kawanan sendiri dalam dada. Tapi kamu datang, mengelus getar nadi mendadak, kemudian berbisik "Aku suka kamu."

Ibnu Majah :
saat hujan kala itu, sepertinya menyelipkan sedikit asa bersamamu..tak lagi kuhiraukan dingin yang menusuk bak jarum..indah memang..namum pelangi datang dan agaknya menghapus sedikit asa demi asa tentangmu..yaaa, sepertinya aku sudah terlalu lelah menanti..hingga tak ada lagi kata "aku suka kamu" yg ingin ku ucap..rantaian memori indah yang kupahat dalam kayu lusuh termakan usia..aaarrgggggg, aku ingin kuat, bak borobudur yang megah dan gagah walau usianya sudah senja..karna dalam dirimu, kulihat kita kan bersama..
#semangat.....:) maaf masih newbie..

Bu Sant :
kamu sudah menggerus menusuk belulangku...bersama angin kamu tertawai aku saat diriku merapat kan semua jemari....lekat kutatap dirimu .... hening damai...kubelai....kamu memang beda...damai saat bersamamu dalam sebuah kenang...aku suka kamu

Adityo Wisnu Nugroho : (nah, ini Pak Jenderal kita)
hingga perlahan kerlingan perak itu muncul dari balik saku. menampilkan aroma penasaran dalam hatiku. ia nambak indah dengan paduan safir biru melingkari sisi timur. aku tergugu. aku diam bagai gagu. namun kenapa ia tak jua berkesudahan?

Adityo Wisnu Nugroho :
nampak belati kecil melingkari gerimis. aku ingin mengaguminya lagi. namun tanganmu mencengkram erat pondasiku. perlahan dan pelan kamu bawa ujung tajamnya di semesta dada kiriku. aku ingin mengaguminya, lalu lari hingga keujung dunia. namun kau berbisik mesra, " aku suka kamu, namun maaf aku harus mengambil nyawamu". dan aku terpejam. menikamati tiap mili kerling perak bermata safir biru itu menembus hulu. sakitnya tak terasa, saat kusadar diujung mata kulihat kamu menangis disana. tepat saat hujan kedua, saat gerimis tiba, kamu mengantarku meninggalkan dunia. dengan kerlingan perak bermata safir biru.

Dian Nilamsari :
Dan aku pun berdiri di depan bangunan tua bernama memori, meresapi sisa sisa hujan tadi pagi, menatap pelangi. Awan hitam itu memang tak kunjung pergi tapi ia sadarkanku akan sejuk sinar matamu..
Di sudut kota hujan ini angin bergelut dalam debu.. Dengan mesra meski sedikit sembunyi sembunyi.. "Aku suka kamu.."

Masihkah?

Reza Kristiyana :
 Dan hujan pernah menahanmu disini, bersamaku..


Saya sebenarnya gak kenal semua anggota komunitas ini, Cuma ada beberapa yang memang temen dan pernah kenalan. Waktu kemarin kopi darat, saya gak ikut. Karena harus balik lagi pulang kampung ke Pandeglang tercinta.

Yaaaa … gitu aja sih, saya bingung mau nulis apa tapi selalu pengen ada yang di tulis. :3

Tidak ada komentar: