Selasa, 01 Desember 2015

[cerpen] Autumn

photo from here

***


“Terimakasih.”
Aku tutup kembali daun pintu yang hanya terbuka tiga kali dalam sehari ini setelah selesai bertransaksi dengan pengantar makanan siap saji. Rasanya tidak mudah hidup dalam waktu yang serba dibatasi deadline yang perlahan membuatku muak. Hah! Tapi kalau tak begini, bagaimana aku hidup? Pilihanku sebagai penulis serabutan memang bukan hal yang mudah diterima, sedang ilmu yang bersarang dikepalaku selama empat tahun kuliah adalah polimer, kimia, organik, kalor dan ... aahh kau tak akan mengerti kadang hidup memang harus seperti ini. Tergelitik? Kalau tidak, kembali lagilah pada pertanyaan bagaimana aku akan bertahan hidup.

Sabtu, 21 November 2015

What's Next??

photo from here

Ada banyak kebiasaan yang kemudian hilang perlahan; menulis, menggambar, dan crafting (walau belum sesering gambar dan menulis). Banyak hal juga yang menjadi pembelajaran untuk saya yang Alhamdulillah sudah selesai kuliah dan officially sarjana dua bulan yang lalu.

Menjadi sarjana memang tidak mudah, tetapi lebih sulit lagi ketika saya sudah sarjana. Apa yang akan saya lakukan selanjutnya? Bekal apa yang sudah persiapkan? Sudahkah saya siap menuju dan melangkahkan kaki di universitas yang sesungguhnya; universitas kehidupan? Apakah saya menjadi karyawan dan merintis karir untuk menjadi menejer? Atau apakah saya menjadi pengusaha yang berusaha merintis dari bawah dan menekuninya hingga saya bisa menjadi seseorang yang dapat memberikan lapang pekerjaan bagi orang lain? Ataukah mungkin menjadi seorang ibu rumah tangga yang mendedikasikan diri sepenuhnya untuk keluarga?

Minggu, 27 September 2015

Ketika Hari Itu Datang

kamu - ayahku

Aku menuliskan ini secara sadar. Disaat pertama kalinya lagi aku merasakan langit mendung kemudian turun hujan begitu derasnya. Pandeglang, 27 September 2015.

Tulisan ini masih menyisakan getaran yang datang dari cerita beberapa hari belakangan ini. Siapapun tahu, bahkan semesta laman ini pun mengerti bahwa kamu adalah sebagian besar inti cerita dibalik kisah-kisah roman didalamnya. Kisah yang mulanya tidak bisa kusampirkan dengan jelas, kisah yang mulanya hanya ada aku dan kamu sampai pada akhirnya menjadi kita (meski belum sesempurna itu). Kisah yang mulanya menceritakan bagaimana aku menyimpan kekaguman tiada henti pada sosok yang selisih usianya bahkan jauh dibawahku. Kisah yang menyiratkan bagaimana aku menyimpan semua sisi romansa dalam bentuk yang sengaja ku fiksikan, agar tidak ada satupun tepat sangka atas rasa yang mulanya ku tutupi dengan rapat. Dan beragam kisah emosional yang sulit kuceritakan secara langsung padamu. Sampai hari ini. Kamu. Inti ceritaku.

Saya Sudah Kuliah 4 Tahun, Blog!


Sarah - Futry - Saya di hari kelulusan Futry.
Semarang, 7 September 2015.

Halo blog! Apa kabar? Begitu banyak kisah yang tidak sempat aku ceritakan padamu. Begitu banyak waktu yang ku lewatkan tanpa ku libatkan kamu didalamnya.

Tahun ini bagai tahun yang begitu luar biasa. Satu persatu kemudahanNya terlimpah secara cuma-cuma untukku. Sahabat, guru, dan segala macam hal rasanya Ia berikan untukku dan mengantarkan aku hingga menjadi seorang Sarjana Teknik. Kalau dikatakan apakah aku salah seorang mahasiswa super dengan IPK cumlaude? Tidak. Apakah aku salah satu seorang mahasiswa super rajin hingga bisa lulus tepat waktu? Tidak. Apakah aku seorang mahasiswa dengan kemampuan yang diatas rata-rata sehingga bisa menjadi satu-satunya lulusan yang tidak cumlaude? Tidak. Entah apa yang mengantarkan aku sampai sejauh ini. Aku hanya merasa Allah begitu luar biasanya memberikan langkah yang mudah, urusan yang senantiasa Ia perlancar, dan dorongan yang luar biasa melalui hamba-hambaNya yang memang lebih luar biasa daripada aku.


Sarah - Futry - Saya di hari kelulusan saya dan Sarah.
Semarang, 8 September 2015.

Aku pernah bercerita sebelumnya, ada dua orang terdekat selama masa kuliah. Dan keduanya inilah yang senantiasa mendorongku menjadi salah satu lulusan yang bisa dikatakan tidak ada apa-apanya ini. Mereka yang selalu mengingatkan aku tentang orang tua, masa depan, dan segala kemungkinan terbaik yang sebenarnya sama-sama belum pasti. Mereka hanya mengajarkanku bagaimana caranya tetap berusaha disegala situasi. Mereka yang mengajarkan aku bahwa semua harus dicoba terlebih dulu, hasilnya bagaimana yaa tinggal pasrah.  Segala bentuk kekuatan optimisme sebagian besar, bahkan hampir semuanya berasal dari dua anak ini.


Sarah Bonita dan Futry Tria Christy.


Aku dan kedua manusia yang kadang menyebalkan ini, seolah tersesat di satu universitas pilihan kedua, fakultas dan jurusan yang sama. Teknik Lingkungan – UNDIP. Hidup selama empat tahun di satu atap yang sama, setiap tahap yang kita lalui hampir selalu sama. Kuliah – kosan – kelas – kerja praktek – topik TA – laboratorium penelitian – lulus – (Insya Allah) wisuda, BERTIGA!
Yang kemudian sadar, kalau kami sama sekali tidak tesesat. Tapi ibi takdir. Semacam garis yang sudah Ia tentukan untuk kami, tentunya.

Ah! Kalau nanti sudah tidak dengan mereka ............ bagaimana ya?



“Semoga Allah senantiasa jadiin kalian orang yang tetep rendah hati dan menggantikan segala kekuatan yang kalian kasih buat gw dengan sesuatu yang jauh lebih besar. Semoga semakin didekatkan dengan segala hajatnya. Semoga JODOH semakin dekkaaaaaatttt. Aamiin.”

Selasa, 28 Juli 2015

Seperti Rindu, Mungkin

Sayang, maaf. Ada yang harus aku perbaiki sepertinya dari bagaimana caraku menunjukan apa yang aku rasa. Aku sudah sangat terbiasa melakukan apa yang aku mau dan mengharapkan reaksi dan respon yang sesuai dengan harapanku. Sepertinya aku akan mulai berhenti melakukan itu. Aku belum terbiasa mendapatkan reaksi yang berbeda dari apa yang aku mau, tapi aku pikir akan lebih baik jika aku berhenti melakukan semau-mauku dalam menunjukan perasaanku, reaksiku, dan sebagainya. Aku akan coba memendam rasa, reaksi atau apapun yang biasa aku tunjukan meski selewat kata. Walau raut dan air mata masih bagian tersulit untuk aku sembunyikan. Aku akan mencoba melakukan yang seharusnya aku lakukan saja. Seperti memendam rasa rindu, mungkin.

Selasa, 28 April 2015

Media Sosial

Ada banyak yang rasanya sulit diartikan dari fungsi media sosial. Kalau memang hanya sebatas untuk memperlihatkan apa yang meledak-ledak di titik masa itu saja, lalu apa sebenarnya esensi dari media sosial? Kalau memang hanya untuk menunjukan pada dunia sepintas kebahagiaan di waktu tertentu saja, lalu esensi media sosial itu sebenarnya apa?

Kalau memang media sosial sebagai media untuk mendekatkan yang jauh, saya setuju. Tapi nyatanya kebanyakan malah menjauhkan yang dekat. Seseorang akan merasa gila kalau tidak membawa gedget, termasuk saya, dan merutuk merasa manusia purba kenapa bisa sampai tidak 'bergedget'. Padahal seseorang tersebut bisa saja sedang bersama kawan yang biasa berkomunikasi melalui media sosialnya, seketika bertemu malah lebih asik dengan kawan lain yang ada di media sosialnya dan merasa mati kutu kalau tidak 'bergedget'.

Lalu, apa menurutmu sebenarnya media sosial itu fungsinya?

Kamis, 16 April 2015

Saya Juga Mau

Bekerja sama dan bekerja sama-sama seperti memiliki arti yang berbeda satu sama lain. Apalagi ditambah dengan segala keterbatasan yang sama sekali bukan kita yang berwenang di atas itu.

Alhamdulillah saya sudah mulai skripsi, bersama-sama orang dengan karakter yang luar biasa. Mahasiswa dengan tingkat kerajinan dan kapasitas otak yang luar biasa, IPK diatas 3,55 bahkan ada beberapa yang 3,6 keatas. Seharusnya saya malah bersyukur dengan keadaan yang memasangkan saya bersama mereka, harapannya bisa meningkatkan motivasi saya. Tapi nyatanya, saya malah baper.

Saya jelas orang yang sangat egois. Bagaimanapun keadaannya saya ingin kondisi dimana semua mendukung saya untuk mendapat apa yang saya inginkan. Dengan tujuan yang sama, dan kondisi yang beragam lah yang memaksa saya harus banyak mengalah untuk hal yang lebih baik diantara semuanya. Karena pasti ada beberapa diantara mereka yang sama seperti saya, keras dan egois, yaa walau tidak sekeras saya.

Banyak pertanyaan kenapa yang saya pikirkan. Kalau melihat satu kondisi seperti yang sekarang saya pilih, ini bisa jadi menguntungkan saya atau bisa juga menguntungkan yang lain. Tapi yang jelas untung rugi itu hanya satu pihak yang merasa. Tidak ada dua pihak yang sama-sama dirasa untung. Lembutnya, pasti ada saja yang dikorbankan, walau sama-sama memiliki tujuan yang seragam.


Saya juga ingin cepat selesai.
Tapi harus bersabar.
Itu saja.

Minggu, 05 April 2015

1000 hari

Aku tidak banyak menuliskan hal buruk tentangmu. Entah mengapa menjadikannya abadi dalam tulisan hanya akan kembali melukaiku atau kembali membuka lebar luka yang sudah mengering.

Bersamamu memang tidak mudah; sulit dan kerasnya luar biasa. Aku bahkan hampir menyerah di bulan-bulan pertama dengan semua yang ada pada dirimu dan diriku sendiri, walau sampai akhirnya kita masih sepakat untuk tetap berjalan bersama.

Sudah lebih dari seribu hari, kedekatan kamu dan aku semakin terlihat luar dalam. Tidak pernah ada cemburu, tidak pernah ada prasangka akan khianat, tidak ada rasa apapun selain mencoba yakin dan membiarkan semuanya berjalan sesuai dengan kehendakNya. Sudah banyak pembicaraan masa depan terkait kamu dan aku. Sudah banyak pecahan yang kamu dan aku coba rangkai agar terasa lebih nyata dan indah. Sudah banyak waktu yang berlalu tidak begitu saja.

Sudah banyak hal yang bahkan aku butuhkan, Ia sediakan dengan adanya bantuan darimu. Satu yang belum juga kamu berikan padaku, kesediaanmu menemui kedua orang tuaku. Mengingat hari yang sudah banyak bersamamu, semua keluarga bukan tidak mungkin menunggu kamu datang memperkenalkan diri, "Aku pasti ke rumah, hanya saja belum waktunya". Selalu seperti itu jawabanmu dan aku masih menunggu waktu itu.
Sampai suatu ketika, kamu menyatakan bahwa dalam waktu dekat ini akan ke rumah. Aku? Entahlah, aku bahkan menahan haru luar biasa. Kalau aku harus memilih kata untuk menggambarkannya, aku menyerah, aku tidak tahu persis rasanya seperti apa. Hanya saja hatiku bergemuruh, senyumku berkembang seiring dengan rasa yang ku coba alirkan dalam genggaman tanganku padamu. Kamu tersenyum, lembut dan yakin. Aku melihat keseriusan dari tatapmu, yang kemudian hanya membuatku malu ditatap seperti itu.

Sayang, apa aku sudah siap?

Sabtu, 21 Maret 2015

Baper (bawa perasaan)

Bagaimana rasanya ketika kamu sangat merasa hanya sebagai pemain tambahan (dalam tanda kutip)? Bersama dengan dua atau empat orang yang rasanya sudah dipasangkan secara tidak sengaja dalam satu tempat, apa yang kamu rasakan, jika kamu merasa sebagai pemain tambahan (dalam tanda kutip)?

Ini seharusnya bukan curhatan seorang wanita yang sudah berusia duapuluhtiga tahun. Tapi perasaan seperti itu apa salah jika masih ada sampai sekarang?
Yaa walaupun memang seharusnya sudah bisa lebih dewasa untuk tau apa yang seharusnya dilakukan. Dengan sudah mengenal diri sendiri saja sebenarnya sudah menjadi poin utama sebagai modal bahwa dewasa itu adalah permainan logika yang seimbang dengan rasa. Mukan masih saja mengedepankan rasa dan mematikan logika. Kapan dewasanya?

Ah, terlalu kekanakan rasanya!

Terimakasih sudah membaca..

Senin, 02 Maret 2015

Tadi Malam

Kadang lidah memang lebih tajam dari sebilah pisau yang bahkan baru saja selesai di asah. Aku tak pernah permasalahkan apa yang kamu ucapkan setajam apapun itu, sesering apapun itu, tapi kalimat yang semalam terlontar begitu menusukku. Siapapun orang paling dekat denganku selama apapun mereka mengenalku tidak pernah mengatakannya langsung didepanku. Sekalipun dibelakang, paling tidak aku tidak tahu, itu hanya merupakan bagian dirinya.

Tenang saja, aku tidak akan menceritakannya disini. Bagaimanapun, kamu adalah orang yang paling aku hormati.

****

Terlebih mungkin seperti ini rasanya melontarkan kata atau kalimat dengan ringan, seringan kapas tapi perihnya bagai terbilah pisau pada orang lain. Aku mungkin pernah disatu waktu atau mungkin berkali-kali melakukan apa yang baru saja ku alami belakangan ini. Menyakiti hati orang lain disaat ia tak siap menerima memungkinkan berbekas lama, meninggalkan sisa perih meski di permukaannya. Meski ia berkali-kali mengatakan ia tidak masalah dengan apa yang baru saja didengarnya, hati orang siapa yang tahu.

Betapa berharganya pelajaran tadi malam. Sikap adalah kunci utamanya, untuk melihat situasi dan mengerti waktu. Yaa walaupun sikap bukan perasaan, paling tidak kita masih memiliki pikiran untuk menentukan sikap yang bagaimana seharusnya.

Terimakasih atas pelajaran berharga ini..

Senin, 23 Februari 2015

The Person You've Become

photo and quote : random from google

Tahun 2015.
Sebenarnya telat sekali untuk menyadari betapa tahun ini akan menjadi tahun yang sangat luar biasa bagi saya. Mengingat saya bukan lagi seseorang yang baru menginjak usia awal dua puluh tahunan, saya harus sudah mulai kembali berfikir, apa yang akan saya lakukan dimulai dari tahun ini.  
Saya sudah dua puluh tiga tahun ini, saya sudah semester delapan tahun ini, saya sudah harus mengerjakan skripsi saya tahun ini, saya harus wisuda tahun ini, saya harus memulai lembaran dengan status baru tahun ini. Semuanya serba baru dan serba dimulai tahun ini. Sedang, apa yang sudah saya siapkan? Apa yang sudah saya lakukan? Apa yang sudah saya mulai?