photo from here |
Selasa, 01 Desember 2015
[cerpen] Autumn
Sabtu, 21 November 2015
What's Next??
photo from here |
Minggu, 27 September 2015
Ketika Hari Itu Datang
kamu - ayahku |
Saya Sudah Kuliah 4 Tahun, Blog!
Sarah - Futry - Saya di hari kelulusan Futry. Semarang, 7 September 2015. |
Halo blog! Apa kabar? Begitu banyak kisah yang tidak sempat aku ceritakan padamu. Begitu banyak waktu yang ku lewatkan tanpa ku libatkan kamu didalamnya.
Sarah - Futry - Saya di hari kelulusan saya dan Sarah. Semarang, 8 September 2015. |
Selasa, 28 Juli 2015
Seperti Rindu, Mungkin
Selasa, 28 April 2015
Media Sosial
Ada banyak yang rasanya sulit diartikan dari fungsi media sosial. Kalau memang hanya sebatas untuk memperlihatkan apa yang meledak-ledak di titik masa itu saja, lalu apa sebenarnya esensi dari media sosial? Kalau memang hanya untuk menunjukan pada dunia sepintas kebahagiaan di waktu tertentu saja, lalu esensi media sosial itu sebenarnya apa?
Kalau memang media sosial sebagai media untuk mendekatkan yang jauh, saya setuju. Tapi nyatanya kebanyakan malah menjauhkan yang dekat. Seseorang akan merasa gila kalau tidak membawa gedget, termasuk saya, dan merutuk merasa manusia purba kenapa bisa sampai tidak 'bergedget'. Padahal seseorang tersebut bisa saja sedang bersama kawan yang biasa berkomunikasi melalui media sosialnya, seketika bertemu malah lebih asik dengan kawan lain yang ada di media sosialnya dan merasa mati kutu kalau tidak 'bergedget'.
Lalu, apa menurutmu sebenarnya media sosial itu fungsinya?
Kamis, 16 April 2015
Saya Juga Mau
Bekerja sama dan bekerja sama-sama seperti memiliki arti yang berbeda satu sama lain. Apalagi ditambah dengan segala keterbatasan yang sama sekali bukan kita yang berwenang di atas itu.
Alhamdulillah saya sudah mulai skripsi, bersama-sama orang dengan karakter yang luar biasa. Mahasiswa dengan tingkat kerajinan dan kapasitas otak yang luar biasa, IPK diatas 3,55 bahkan ada beberapa yang 3,6 keatas. Seharusnya saya malah bersyukur dengan keadaan yang memasangkan saya bersama mereka, harapannya bisa meningkatkan motivasi saya. Tapi nyatanya, saya malah baper.
Saya jelas orang yang sangat egois. Bagaimanapun keadaannya saya ingin kondisi dimana semua mendukung saya untuk mendapat apa yang saya inginkan. Dengan tujuan yang sama, dan kondisi yang beragam lah yang memaksa saya harus banyak mengalah untuk hal yang lebih baik diantara semuanya. Karena pasti ada beberapa diantara mereka yang sama seperti saya, keras dan egois, yaa walau tidak sekeras saya.
Banyak pertanyaan kenapa yang saya pikirkan. Kalau melihat satu kondisi seperti yang sekarang saya pilih, ini bisa jadi menguntungkan saya atau bisa juga menguntungkan yang lain. Tapi yang jelas untung rugi itu hanya satu pihak yang merasa. Tidak ada dua pihak yang sama-sama dirasa untung. Lembutnya, pasti ada saja yang dikorbankan, walau sama-sama memiliki tujuan yang seragam.
Saya juga ingin cepat selesai.
Tapi harus bersabar.
Itu saja.
Minggu, 05 April 2015
1000 hari
Aku tidak banyak menuliskan hal buruk tentangmu. Entah mengapa menjadikannya abadi dalam tulisan hanya akan kembali melukaiku atau kembali membuka lebar luka yang sudah mengering.
Bersamamu memang tidak mudah; sulit dan kerasnya luar biasa. Aku bahkan hampir menyerah di bulan-bulan pertama dengan semua yang ada pada dirimu dan diriku sendiri, walau sampai akhirnya kita masih sepakat untuk tetap berjalan bersama.
Sudah lebih dari seribu hari, kedekatan kamu dan aku semakin terlihat luar dalam. Tidak pernah ada cemburu, tidak pernah ada prasangka akan khianat, tidak ada rasa apapun selain mencoba yakin dan membiarkan semuanya berjalan sesuai dengan kehendakNya. Sudah banyak pembicaraan masa depan terkait kamu dan aku. Sudah banyak pecahan yang kamu dan aku coba rangkai agar terasa lebih nyata dan indah. Sudah banyak waktu yang berlalu tidak begitu saja.
Sudah banyak hal yang bahkan aku butuhkan, Ia sediakan dengan adanya bantuan darimu. Satu yang belum juga kamu berikan padaku, kesediaanmu menemui kedua orang tuaku. Mengingat hari yang sudah banyak bersamamu, semua keluarga bukan tidak mungkin menunggu kamu datang memperkenalkan diri, "Aku pasti ke rumah, hanya saja belum waktunya". Selalu seperti itu jawabanmu dan aku masih menunggu waktu itu.
Sampai suatu ketika, kamu menyatakan bahwa dalam waktu dekat ini akan ke rumah. Aku? Entahlah, aku bahkan menahan haru luar biasa. Kalau aku harus memilih kata untuk menggambarkannya, aku menyerah, aku tidak tahu persis rasanya seperti apa. Hanya saja hatiku bergemuruh, senyumku berkembang seiring dengan rasa yang ku coba alirkan dalam genggaman tanganku padamu. Kamu tersenyum, lembut dan yakin. Aku melihat keseriusan dari tatapmu, yang kemudian hanya membuatku malu ditatap seperti itu.
Sayang, apa aku sudah siap?
Sabtu, 21 Maret 2015
Baper (bawa perasaan)
Bagaimana rasanya ketika kamu sangat merasa hanya sebagai pemain tambahan (dalam tanda kutip)? Bersama dengan dua atau empat orang yang rasanya sudah dipasangkan secara tidak sengaja dalam satu tempat, apa yang kamu rasakan, jika kamu merasa sebagai pemain tambahan (dalam tanda kutip)?
Ini seharusnya bukan curhatan seorang wanita yang sudah berusia duapuluhtiga tahun. Tapi perasaan seperti itu apa salah jika masih ada sampai sekarang?
Yaa walaupun memang seharusnya sudah bisa lebih dewasa untuk tau apa yang seharusnya dilakukan. Dengan sudah mengenal diri sendiri saja sebenarnya sudah menjadi poin utama sebagai modal bahwa dewasa itu adalah permainan logika yang seimbang dengan rasa. Mukan masih saja mengedepankan rasa dan mematikan logika. Kapan dewasanya?
Ah, terlalu kekanakan rasanya!
Terimakasih sudah membaca..
Senin, 02 Maret 2015
Tadi Malam
Kadang lidah memang lebih tajam dari sebilah pisau yang bahkan baru saja selesai di asah. Aku tak pernah permasalahkan apa yang kamu ucapkan setajam apapun itu, sesering apapun itu, tapi kalimat yang semalam terlontar begitu menusukku. Siapapun orang paling dekat denganku selama apapun mereka mengenalku tidak pernah mengatakannya langsung didepanku. Sekalipun dibelakang, paling tidak aku tidak tahu, itu hanya merupakan bagian dirinya.
Tenang saja, aku tidak akan menceritakannya disini. Bagaimanapun, kamu adalah orang yang paling aku hormati.
****
Terlebih mungkin seperti ini rasanya melontarkan kata atau kalimat dengan ringan, seringan kapas tapi perihnya bagai terbilah pisau pada orang lain. Aku mungkin pernah disatu waktu atau mungkin berkali-kali melakukan apa yang baru saja ku alami belakangan ini. Menyakiti hati orang lain disaat ia tak siap menerima memungkinkan berbekas lama, meninggalkan sisa perih meski di permukaannya. Meski ia berkali-kali mengatakan ia tidak masalah dengan apa yang baru saja didengarnya, hati orang siapa yang tahu.
Betapa berharganya pelajaran tadi malam. Sikap adalah kunci utamanya, untuk melihat situasi dan mengerti waktu. Yaa walaupun sikap bukan perasaan, paling tidak kita masih memiliki pikiran untuk menentukan sikap yang bagaimana seharusnya.
Terimakasih atas pelajaran berharga ini..