photo from here |
Bukan saja tempat ini yang menjadi sangat menarik untukku
meski kosong, untuk helakan nafas barang sejenak. Kursi jajar di sudut taman
dengan penerangan lampu kuning diatasnya. Hilir angin mengibas pelan ujung
pashminaku, tapi rasanya seperti dihantarkan bisikan yang coba ku tahan hampir
delapan puluh enam hari belakangan ini. Bisikan namaku yang coba kamu panggil
dengan lembut, mengisyaratkan kasih yang sesak karena dibuahi rindu didalamnya.
Senyummu yang terkembang di sela saat kamu sebutkan namaku.
Andai saja sampai ruang yang sama di celah waktu. Aku hanya
ingin melihatmu disampingku, duduk berhadapanku, bertukar cerita kesana-kemari
sampai habis sesak rindu yang tertahan ini. Benar-benar habis. Walau setelahnya
kembali menebar rindu karena lagi-lagi ruang yang terpisah, pada batas waktu
yang tak pasti.
Malam semakin larut. Semakin meluas juga ayal yang ku
buat-buat untuk meredakan sesak yang ku buat dengan nyata, tentang hilangnya kesempatan
bertemu denganmu di beberapa kali waktu. Mendengarmu mengatakan tiga kata utama
saat kali pertama berjuma, kamu apa kabar.
Melihatmu tersenyum dengan uluran tangan untuk merengkuh tanganku. Melihatmu pancarkan
berjuta rasa dari sikap lembutmu terhadapku. Aku merutuki diri sendiri kenapa
kesempatan yang berharga itu lagi-lagi terbuang sia-sia, meleburkan asa dan
melarutkannya kembali dalam rindu.
Sudahlah, semakin ku rutuki, semakin membuncah rasa inginku
benar-benar berlari dari tempat ini dan menemukanmu sedang menungguku. Ah, sayang,
aku rindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar