photo from here |
Saya tentu bukan penulis. Saya sama
sekali bukan penulis. Tapi entah kenapa saya selalu ingin jadi penulis.
“Hanya butuh membaca lebih
banyak. Maka imajimu akan bermain bersamanya dan kosa katamu semakin banyak
pula.” Katanya.
Tapi nyatanya? Saya berhenti
menulis. Saya hilang bersama kata yang biasanya menari dan berlari nakal
kemudian berhenti dalam rangkai paragraf, bersama imaji yang berkali-kali semakin liar. Sayangnya,
saya tidak bisa menulis. Sayangnya tidak tertulis.
Kemudian saya diam, beberapa
dibawah ini adalah hasil diam saya yang kemudian mati lagi.
***
SATU
Ujung jalan simpang. Hampir
gelap. Riuh gagak hitam berpulang memanggil petang. Membangunkan rembulan
segera digoda kerlipan gemintang nakal.
Tentu saja mendiri sendiri.
Cermati ruang simpang jalan.
Bosan.
Kemudian merogoh saku, seketika
membayang wajah sendiri dalam cermin yang biasa dibawa di dalamnya.
“Sayakah?”
Seolah Tuhan berbisik,
menyampaikan lalui halau bayu halus di balik daun telinga,
“Tentu saja bukan.”
“Kemudian saya??”
“Apa lagi yang kemudian?”
Saya diam.
**
Nina bobokan pejam mata, sulitnya
bukan main. Biar saja saat petang habis hampir pagi.
Kosong.
DUA
Biar mendenting tanpa irama.
Biar mengaduh tanpa suara.
Hanya kembali meresah.
Kalau saja. Hanya kalau.
Jika saja. Hanya jika.
Satu denting,
Dua irama kemudian.
Satu kata,
Dalam suara gaduh kemudian.
Setelahnya kembali pada awal
cerita.
Denting tanpa irama.
Gaduh tanpa suara
TIGA
"Terkadang Hanya Perlu
Begini"
Tanpa kata.
Bungkam dalam kelu.
Buncah dalam gebu.
Tanpa tergesa mengeja.
Tuhan tahu rasa selalu
EMPAT
Biar lengan habis tenaga. merayu
lengah berdaya habis. Entah kuasa siapa. Sampai-sampai saya hanya menulis
seadanya.
Pun ketuk kata cinta saat habis
cinta masih hilang berdaya sampai habis. Rindu yang biasanya mengadu dalam
alur, sayup-sayup menyerah mengulik kata per kata. Kemudian saya menulis lagi
seadanya. Benar-benar seadanya.
Lena melena. Saya diam. Menyapu
sisa aksara dalam penat yang mengutuk. Saya melihat. Berharap gelora mengadu
aksara sampai pegal satu kalimat saja. Saya berlari. Kemudian mencari aksara
dalam lelah yang hampir tiada habisnya.
Sayangnya, seperti ini.
Saya hanya menulis seadanya.
Tiada makna. Hanya habis kata.
Benar-benar seadanya.
Payah bukan??
***
Seperti ini. Hanya seperti ini. :(
Tidak ada komentar:
Posting Komentar