Rabu, 13 Juni 2012

Begini, Seadanya Saja


photo from here


Saya tentu bukan penulis. Saya sama sekali bukan penulis. Tapi entah kenapa saya selalu ingin jadi penulis.

“Hanya butuh membaca lebih banyak. Maka imajimu akan bermain bersamanya dan kosa katamu semakin banyak pula.” Katanya.

Tapi nyatanya? Saya berhenti menulis. Saya hilang bersama kata yang biasanya menari dan berlari nakal kemudian berhenti dalam rangkai paragraf,  bersama imaji yang berkali-kali semakin liar. Sayangnya, saya tidak bisa menulis. Sayangnya tidak tertulis.

Kemudian saya diam, beberapa dibawah ini adalah hasil diam saya yang kemudian mati lagi.



***

SATU

Ujung jalan simpang. Hampir gelap. Riuh gagak hitam berpulang memanggil petang. Membangunkan rembulan segera digoda kerlipan gemintang nakal.

Tentu saja mendiri sendiri. Cermati ruang simpang jalan.
Bosan.
Kemudian merogoh saku, seketika membayang wajah sendiri dalam cermin yang biasa dibawa di dalamnya.

“Sayakah?”

Seolah Tuhan berbisik, menyampaikan lalui halau bayu halus di balik daun telinga,

“Tentu saja bukan.”

“Kemudian saya??”

“Apa lagi yang kemudian?”

Saya diam.

**

Nina bobokan pejam mata, sulitnya bukan main. Biar saja saat petang habis hampir pagi.

Kosong.


DUA

Biar mendenting tanpa irama.
Biar mengaduh tanpa suara.
Hanya kembali meresah.

Kalau saja. Hanya kalau.
Jika saja. Hanya jika.

Satu denting,
Dua irama kemudian.
Satu kata,
Dalam suara gaduh kemudian.
Setelahnya kembali pada awal cerita.

Denting tanpa irama.
Gaduh tanpa suara


TIGA

‎"Terkadang Hanya Perlu Begini"
Tanpa kata.
Bungkam dalam kelu.
Buncah dalam gebu.
Tanpa tergesa mengeja.
Tuhan tahu rasa selalu


EMPAT

Biar lengan habis tenaga. merayu lengah berdaya habis. Entah kuasa siapa. Sampai-sampai saya hanya menulis seadanya.

Pun ketuk kata cinta saat habis cinta masih hilang berdaya sampai habis. Rindu yang biasanya mengadu dalam alur, sayup-sayup menyerah mengulik kata per kata. Kemudian saya menulis lagi seadanya. Benar-benar seadanya.

Lena melena. Saya diam. Menyapu sisa aksara dalam penat yang mengutuk. Saya melihat. Berharap gelora mengadu aksara sampai pegal satu kalimat saja. Saya berlari. Kemudian mencari aksara dalam lelah yang hampir tiada habisnya.

Sayangnya, seperti ini.
Saya hanya menulis seadanya.
Tiada makna. Hanya habis kata.
Benar-benar seadanya.
Payah bukan??

***


Seperti ini. Hanya seperti ini. :(

Tidak ada komentar: