Senin, 25 November 2013

Diatas Kaleng Besi Tua Menuju Bakahuni

photo from here

Aku duduk manis menahan ngilu di sendi tulang
Di sepanjang jalan menuju Bakahuni
Masih diatas kaleng besi tua,
Beradu gaduh, terhempas gelombang

Kemudian,
Aku menerawang jauh entah kemana
Membuang pandang yang mungkin sampai ujung lengkung langit yang tak terlihat,
di sela kotak kaca buram,
(masih diatas kaleng besi tua menuju Bakahuni)

Buah pikir dalam memori ku berhamburan
Rasanya, seperti buih ombak yang mencium ujung kaleng besi tua ini

Minggu, 24 November 2013

Saya, Sebab dan Akibat

photo from here

I
Menuliskan tentang rasa yang kemudian beradu kata dengan pikir memang tiada habisnya. Saya manusia, tentu saja sangat lemah. Saya membutuhkan banyak petunjuk dan kekuatan yang sebenarnya Tuhan sudah memberinya lebih awal sebelum saya terlahir dan melihat cahaya di luar kandung ibu. Tapi sayang, saya terlalu terlena, kemudian terbuai dengan gerak tubuh yang mendunia. Lupa akan hukumNya.

II
 “Jangan meremehkan. Jangan bertindak egois.”
Membuatnya meleburkan tanda seru memang terlihat aneh dan berbeda. Beranggapan sebuah pengingat, tapi sayangnya tidak lebih dari sebatas kalimat yang menerangkan bahwa langkah terbuat dari kaki kanan dan kiri. Bahwa perbuatan sangat berarti sebuah hak; saya, kamu dan mereka.

Jumat, 22 November 2013

Mercusuar

photo from here

MERCUSUAR.

Kami menamakannya dengan Mercusuar. Tercetus di Semarang pada tanggal 22 November 2013. Dengan harapan tetap bisa memberikan cahaya di kegelapan malam, ketika banyak yang berjuang untuk kehidupan.

Kami tidak mengharapkan apa-apa dari terbentuknya pergerakan ini. Kami hanya ingin, anak-anak itu sama-sama merasakan apa yang kami rasakan. Kebahagiaan kecil yang sederhana berlandaskan pendidikan dan masa depan bagi anak-anak yang belum seberuntung kami.

Selasa, 19 November 2013

Cinta dan Rindu Itu Sederhana


photo from here

Bersama denganmu dalam waktu yang lama bahkan seperti merangkai hasrat yang sempat tertahan dalam jeruji yang dibuat-buat. Dirasa cukup sulit. Ck!

Aku tahu, kamu terus melolongkan teriakkan nakal yang sedikit-sedikit menggodaku untuk menyentuhmu yang masih putih. Kamu pun tahu, aku memang sedang membisu, membungkam corak hitam untuk setidaknya menyapamu yang masih polos. Menarikan sesuatu diatasmu. Aku diam, karena tidak tau apa-apa. Terlalu banyak yang hilang, walau rindu menggerogoti setiap waktu yang segaja dibuat bersambung.

Doa (takut) Dalam Hati


“Allah Yang Maha Melindungi, tuntunlah saya ketika saya semakin tua, saya bisa membedakan mana yang harus saya lakukan dan mana yang tidak harus saya lakukan. Saya juga sangat berharap, apapun yang saya lakukan nantinya akan baik untuk orang lain dan diri saya sendiri. Bukan malah saling menjatuhkan dan mempermalukan, karena saya yang kadung banyak bicara dan tingkah. Saya tahu betul sebenarnya pun masih banyak orang yang lebih cerdas dan pintar dari saya dalam mengambil suatu langkah atau sikap terhadap masalah yang saya dengar.

Allah Yang Maha Menguatkan, Saya takut, ketika berhadapan dengan suatu keadaan dan saat itu pula saya memutuskan untuk mengambil tindakan yang ternyata tanpa sadar saya terlalu emosional terlebih tidak banyak fakta yang sudah dikoreksi dengan benar. Seperti apa masalahnya, siapa yang terlibat didalamnya, apa peyebabnya, dan berbagai koreksi yang harus benar dipastikan. Saya hanya takut, saya salah ambil langkah dan akhirnya saya malu karena usia saya bukan lagi anak kecil dan sudah ceroboh tanpa pikir panjang.

Rabu, 06 November 2013

Mengenang, Aditya Prasetya.

Saya tidak ada ikatan apapun dengannya. Jangankan begitu, sekedar kenalpun tidak. Melihat juga tidak pernah. Saya tidak tau apa-apa tentangnya. Sama sekali tidak. Latar belakangnya seperti apa, bagaimana Ia disekolahkan, atau menghabiskan waktunya sebelum berpulang pada Yang Maha Memiliki.


Yang saya tahu Ia meninggalkan dunia ini dalam ketenangan tidurnya di malam itu, 6 November 2013 di Saumlaki - Maluku Tenggara Barat. Yang saya tahu, Ia tidak meninggalkan apa-apa selain namanya yang akan selalu terkenang sebagai Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar Angkatan VI, yang menyerahkan keikhlasan dan ketulusannya untuk mengabdi pada bangsa. Yang saya tau dari media, Ia telah menemukan apa yang dicarinya dari mata pelita di Wunlah, tempat Ia mengabdikan dirinya selama lima bulan terakhir ini. Yang saya tahu lagi, Ia seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang berjuang demi meningkatnya kualitas pendidik Indonesia. Saya tidak tahu apa-apa selain itu.

Sekali lagi, walau saya bukan siapa-siapa, saya hanya ingin mendoakan semoga Ia ditempatkan dengan para syuhada di singgasanaNya. Semoga Ia tenang di rumah terakhirnya. Semoga Allah menerima segala ketulusan dan keikhlasan yang Ia torehkan dalam hidupnya, dan Semoga Allah menerima semua perjuangan yang telah dilakukannya demi kebaikan bangsanya. Aamiin.

Mengenang,
Aditya Prasetya.
Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar Angkatan VI.
Daerah penempatan, Wunlah – Maluku Tenggara Barat.


Mereka, Para Pelita Bangsa


photo from here

“Saya memang tidak pandai membaca, tapi saya ingin belajar membaca bersama-sama dengan mereka.
Saya memang tidak pandai agama, tapi saya ingin belajar agama bersama-sama dengan mereka.
Saya memang tidak pandai membuat prakarya atau kesenian lain, tapi saya ingin sama-sama belajar membuat prakarya atau kesenian lain dengan mereka.
Saya bukan orang yang baik, tapi saya ingin belajar menjadi lebih baik bersama mereka.
Saya bukan orang yang pandai dalam segala hal, tapi saya yakin bersama-sama mereka banyak pelajaran yang akan didapatkan.
Mereka, Para Pelita Bangsa.”

Senin, 04 November 2013

Mimpi - Sejuta Langkah

photo from here

Suatu malam ibu bercerita ringan mengenai mimpi dan sejuta langkah.

Ibu: "Apa kamu punya mimpi, sayang?"

Aku : "Tentu saja, ibu. Mimpiku tak terbatas jumlahnya."

Ibu : (tersenyum) "Coba kau tuliskan pada secarik kertas. Biarkan saja Tuhan yang lebih dulu mengetahuinya. Kau boleh menuliskannya sebanyak mungkin, tapi jangan tinggal diam! Kita terbatas oleh waktu. Kau tahu? Dengan berjalannya waktu, dan seberapa besar usaha juga doamu, kau akan terkejut sudah banyak mimpi yang kau coret."

Aku : "Kenapa harus aku coret, ibu?"

Ibu : "Karena kau sudah meraihnya. Ingatlah juga, nak. Hanya membutuhkan satu detik untuk memutuskan mulai melangkah. Jangan juga kau melupakan ini."

Aku : "Melupakan apa, ibu?"

Ibu : "Disaat kita akan mulai berusaha, memang banyak orang serupa yang sudah berlari mengukir jejak lebih dulu. Ada juga beberapa yang masih belum tergerak untuk sama-sama berjalan, walau harus pelan-pelan. Jangan takut! Belajar saja dengan mereka yang sudah lama berjalan atau paling tidak sudah selangkah lebih maju, dan ajaklah mereka yang belum mau bergerak. Lakukan semua untuk kebaikan. Lakukan semua karena Tuhanmu.”

Aku : "Iya, ibu. Terimakasih."